Kamis, 29 Oktober 2015

Kepailitan (Part 1)



KEPAILITAN


 Apa itu kepailitan?
UU No 37 Tahun 2004 (untuk selanjutnya cukup disebut UUK) menjelaskan dalam Pasal 1 ayat 1Kepailitan adalah sita umum atas semua kekayaan Debitor Pailit yang pengurusan dan pemberesannya dilakukan oleh Kurator di bawah pengawasan Hakim Pengawas sebagaimana diatur dalam Undang‑Undang ini.”
Biasanya Pailit ini terjadi dalam dunia bisnis dimana dalam dunia bisnis, sering kita dengar isilah Kreditor dan debitor, apa itu Kreditor dan Debitor dalam hal kepailitan ini?
Dalam UU Kepailitan Kepailitan Pasal 1 ayat 2 dan 3 berturut-turut yaitu :
Kreditor adalah orang yang mempunyai piutang karena perjanjian atau Undang‑Undang yang dapat ditagih di muka pengadilan.
Debitor adalah orang yang mempunyai utang karena perjanjian atau Undang‑undang yang pelunasannya dapat ditagih di muka pengadilan.
Namun ada yang menarik dalam UUK ini dijelaskan lagi definisi debitur pailit yaitu dalam UUK Pasal 1 ayat 4 :
Debitor pailit adalah debitor yang sudah dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan..
(yang dimaksud pengadilan dalam hal ini adalah Pengadilan Niaga)

Apa syarat pailit ?
Syarat dan Putusan Pailit
Pasal 2

(1)  Debitor yang mempunyai dua atau lebih Kreditor dan tidak membayar lunas sedikitnya satu utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih, dinyatakan pailit dengan putusan Pengadilan, baik atas permohonannya sendiri maupun atas permohonan satu atau lebih kreditornya.

Penjelasan :
Pasal 2
                        Ayat(1)
            Yang dimaksud dengan "Kreditor" dalam ayat ini adalah baik kreditor konkuren, kreditor separatis maupun kreditor preferen. Khusus mengenai kreditor separatis dan kreditor preferen, mereka dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit tanpa kehilangan hak agunan atas kebendaan yang mereka miliki terhadap harta Debitor dan haknya untuk didahulukan.
Bilamana terdapat sindikasi kreditor maka masing‑masing Kreditor adalah Kreditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 2.
             Yang dimaksud dengan "utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih" adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan, karena percepatan waktu penagihannya sebagaimana diperjanjikan, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter atau majelis arbitrase.

Pasal ini dihubungkan dengan
Pasal 1131


(2)   Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat juga diajukan oleh kejaksaan untuk kepentingan umum.

Penjelasan :
Ayat (2)
                        Kejaksaan dapat mengajukan permohonan pailit dengan alasan untuk kepentingan umum dalam hal persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi dan tidak ada pihak yang mengajukan permohonan pailit.
                        Yang dimaksud dengan "kepentingan umum" adalah kepentingan bangsa dan negara dan/atau kepentingan masyarakat luas, misalnya:
                                    a.         Debitor melarikan diri;
                                    b.Debitor menggelapkan bagian dari harta kekayaan;
                                    c.Debitor mempunyai utang kepada Badan Usaha Milik Negara atau badan usaha lain yang menghimpun dana dari masyarakat;
                                    d.Debitor mempunyai utang yang berasal dari penghimpunan dana dari masyarakat luas;
                                    e.Debitor tidak beritikad baik atau tidak kooperatif dalam menyelesaikan masalah utang piutang yang telah jatuh waktu; atau
                                    f.dalam hal lainnya menurut kejaksaan merupakan kepentingan umum.
                        Adapun tata cara pengajuan permohonan pailit adalah sama dengan permohonan pailit yang diajukan oleh Debitor atau Kreditor, dengan ketentuan bahwa permohonan pailit dapat diajukan oleh kejaksaan tanpa menggunakan jasa advokat.

(3)    Dalam hal Debitor adalah bank, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Bank Indonesia.

Penjelasan :

Ayat (3)
                        Yang dimaksud dengan "bank" adalah bank sebagaimana diatur dalam peraturan perundang‑undangan. Pengajuan permohonan pernyataan pailit bagi bank sepenuhnya merupakan kewenangan Bank Indonesia dan semata‑mata didasarkan atas penilaian kondisi keuangan dan kondisi perbankan secara keseluruhan, oleh karena itu tidak perlu dipertanggungjawabkan. Kewenangan Bank Indonesia untuk mengajukan permohonan kepailitan ini tidak menghapuskan kewenangan Bank Indonesia terkait dengan ketentuan mengenai pencabutan izin usaha bank, pembubaran badan hukum, dan likuidasi bank sesuai peraturan perundang‑undangan.

(4)   Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Efek, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Badan Pengawas Pasar Modal.
(5)    Dalam hal Debitor adalah Perusahaan Asuransi, Perusahaan Reasuransi, Dana Pensiun, atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di bidang kepentingan publik, permohonan pernyataan pailit hanya dapat diajukan oleh Menteri Keuangan.