Senin, 25 Januari 2016

DUNIA HUKUM BISNIS INDONESIA (BAGIAN II)



DUNIA HUKUM BISNIS INDONESIA (BAGIAN II)

Hukum Bisnis sangat amat luas cakupan dan bidangnya, salah satu yang menjadi pemikiran saya bahwa seluruh Hukum Bisnis ini bermuara dari Perjanjian/Perikatan.

Tidak jarang Perjanjian “diremehkan” oleh pelaku Bisnis dengan menganggap Perjanjian menurut orang hukum/Lawyer/ bahkan staff/Manager/Direktur Legal Perusahaan yang di pekerjakan oleh si Pelaku Bisnis sekalipun juga sering  dianggap tidak praktis, tidak bisnis minded, sukar, dan LAMBAT.

Bahkan saat saya membaca buku yang menurut saya sangat bagus dan saya sangat merekomendasikannya adalah buku berjudul HUKUM KONTRAK TEKNIK PERANCANGAN KONTRAK BISNIS yang ditulis oleh salah satu Senior yang saya kagumi, Advokat Dr.Ricardo Simanjuntak, S.H., LL.M., ANZIIF, CIP., pada halaman 80, Beliau mengutip apa yang disampaikan oleh Ewan McKendrik dalam Bukunya berjudul Contract Law, pada halaman 70, yaitu “It would be ridiculous and impractical to insist that every contract should e reduced in writing, so that every time I Bought morning newspaper I had to sign written contract.”

 Saya menjadi ingat masa-masa dimana saya sebagai Sarjana Hukum sering ditanyakan dengan nada sinis dengan banyak kata “ribet”, “repot”, “lama” dan lain sebagainya, namun saya juga teringat suatu Joke yang disampaikan kepada saya “Adam dan Hawa bisa termakan oleh rayuan si Ular bukan karena tidak tahu larangan memakan buah yang dilarang, tapi tidak mencatat Perintah Allah.”, Joke ini sederhana tapi jika dikaitkan dengan kehidupan kita sehari-hari, adalah menjadi mengingatkan kita bahwa segala sesuatu Perjanjian lebih baik dalam keadaan tertulis/tercatat.

Perjanjian secara tertulis akan jauh lebih baik dan lebih mudah dalam pembuktiannya, dikarenakan persepsi dan ingatan tiap-tiap orang sudah pasti berbeda, apa yang disampaikan dan diingat (pembicaraan lisan) Otak Manusia adalah sangat terbatas, sedangkan jika dituliskan kedalam suatu benda (seperti kertas) maka sifatnya akan tetap dan ada kepastian secara hukumya karena tidak berubah seperti saat dituangkan.

Bentuk Perjanjian ini sangat saya sarankan dalam bentuk tertulis diatas kertas dan disaksikan oleh minimal 2 orang yang cakap secara hukum.
Bentuk Perjanjian tertulis ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu :

1.      Perjanjian Dibawah tangan = dilakukan sendiri oleh kedua belah pihak atau lebih tanpa disaksikan oleh Pejabat yang berwenang untuk itu;

2.      Perjanjian Otentik/Notaril = dilakukan, disepakati, dibacakan di hadapan Notaris dengan minimal 2 saksi diluar Pihak (minimal 2 Pihak) yang mengikatkan diri dalam Perjanjian tersebut.


Adapun dapat saya sampaikan sedikit disini bahwa Anatomy Perjanjian adalah  sebagai berikut :

1.      Judul Surat/Akta
Judul merupakan suatu Penamaan akan Perjanjian yang sedang dibuat.

2.      Komparisi
Komparisi adalah Identitas Lengkap dari Pihak-Pihak yang menjadi Pihak dalam Perjanjian ini, banyak sekali yang perlu diperhatikan dalam komparisi ini yang seringkali tidak menjadi atau luput dari perhatian para pebisnis yang mencoba membuat sendiri Perjanjian (Perjanjian Di Bawah Tangan) tanpa mengerti makna mengapa komparisi harus ada dalam sebuah Perjanjian tertulis, salah satu esensi daripada komparisi dalam suatu perjanjian adalah membuat Jelas Identitas (secara detail) dari Para Pihak dalam Perjanjian (dari Mulai nama, tempat tanggal lahir, Pekerjaan, Warga Negara, Alamat (Lengkap sesuai KTP atau bahkan lebih lengkap dari KTP),  Nomor KTP, sampai dengan Persetujuan Pasangan Hidup atau Surat Kuasa dari Direktur  (hal ini sangat dibutuhkan dalam suatu Perjanjian tertentu), sampai dengan Persetujuan dari Pemegang Saham Suatu Perusahaan, semuanya semata-mata untuk lebih jelas dan detailnya serta keabsahan yang bersangkutan dalam bertindak dalam Perjanjian ini.

3.      Premis
Premis adalah penjelasan secara singkat (Gambaran secara umum) mengenai hisorical atau cerita perihal awal daripada/alasan dibuatnya Perjanjian yang akan ditandatangani oleh Para Pihak.

4.      Isi
Isi Perjanjian adalah segala sesuatu yang akan terjadi atau diatur mengenai Perjanjian ini dari mulai hak, kewajiban, sanksi, peringatan, jangka waktu perjanjian, Pemilihan Hukum yang dipakai, tempat penyelesaian sengketa bilamana terjadi sengketa, dan seluruh mekanisme yang ada dan yang akan ada dikemudian hari seharusnya dicantumkan dalam Perjanjian (Makin detail maka akan semakin baik).

5.      Penutup
Penutup adalah Kalimat atau kata-kata penutup suatu perjanjian yang juga akan mencantumkan perihal Nama Jelas dan tandatangan serta ketentuan-ketentuan akhir dalam suatu Perjanjian, sebagai contoh Surat/Akta ini dibuat dalam 2 rangkap dan seterusnya..


Sangat tidak disarankan untuk orang atau pelaku bisnis tidak membuat sendiri perjanjiannya (untuk membuat draft dan lain sebagainya), dikarenakan untuk membuat suatu Perjanjian yang baik diperlukan ilmu yang cukup (dalam hal ini Ilmu Hukum),


Saya sangat menyarankan untuk membuat perjanjian sebaiknya berkonsultasi dengan orang yang memang menguasai Bidang Hukum sehingga diharapkan dapat hasil yang maksimal, banyak saya temui bahwa orang-orang yang awam hukum membuat perjanjian berdasarkan draft-draft yang beredar di Internet atau di Toko Buku yang sudah ada, itu memang baik asalkan saja tahu bagaimana cara penerapannya bagi/untuk masalah yang tepat, karena ibarat dokter memberikan resep tentu tidak sembarang resep (resep yang sama untuk penyakit yang sama dengan kondisi pasien yang berbeda) bisa digunakan untuk penyakit yang sama.  


Membuat suatu Perjanjian tidaklah mudah sekalipun bagi orang yang sudah menguasai ilmu hukum, diperlukan banyak latihan dan banyak belajar setiap harinya, akan sangat disayangkan jika orang atau pelaku bisnis tidak hati-hati dan tidak menguasai tentang hukum ketika mereka membuat perjanjian bisnisnya sendiri, hal ini dapat menyebabkan sangat banyak kerugian dan sangat bisa berakibat fatal jika terjadi suatu masalah.


Dalam Membuat Perjanjian diperlukan basic penguasaan teori hukum yang sangat kuat sehingga dapat menempatkan dan mengatur hal-hal apa yang harusnya dimuat dalam suatu perjanjian.
Menurut saya jika pebisnis tidak memiliki penguasaan teori Hukum yang mumpuni sebaiknya mencari Orang yang menguasai Teori Hukum secara mumpuni bisa dari Lawyer atau Notaris atau Legal yang direkrut untuk bekerja di Perusahaannya sendiri (minimal Sarjana Hukum).

Rabu, 06 Januari 2016

DUNIA HUKUM BISNIS INDONESIA (BAGIAN I)




HUKUM BISNIS atau BUSINNESS LAW, sebuah kata atau sebutan yang keren didengar tapi dalam keseharian kita sebetulnya tidak asing karena setiap kita baik dalam dunia kerja maupun dalam kehidupan sehari-hari melakukan PERBUATAN HUKUM dalam bidang bisnis, contohnya adalah Perjanjian antara satu orang dengan orang lainnya atau badan hukum seperti Perseroan Terbatas (PT).
Perjanjian adalah salah satu Perbuatan dalam Hukum Bisnis yang paling sering kita lakukan dalam kehidupan kita sehari-hari,dari mulai kita bangun tidur sampai dengan tidur kembali, mungkin tidak asing kita mendengar kata-kata Jual Beli, Sewa Menyewa, Kerjasama, Hutang Piutang dan lain sebagainya.
Perjanjian menurut Hukum Perdata adalah bagian dari Perikatan, Perjanjian hanya dapat dibuat oleh orang atau badan hukum sebagai Subjek Hukum (Menurut Hukum yang berlaku di Indonesia).
Didalam Hukum dikenal istilah Objek Hukum dan Subjek Hukum, secara sederhana Subjek Hukum adalah Manusia/Orang/Badang Hukum dan Objek Hukum adalah benda baik berbentuk maupun tidak berbentuk berupa jasa dan lain sebagainya.
Perjanjian adalah Bentuk Perikatan antara subjek hukum yang satu dengan minimal satu subjek hukum yang lain untuk melakukan sesuatu atau tidak melakukan sesuatu yang menjadi dan mengatur perihal hak dan kewajiban subjek hukum yang mengikatkan diri dalam Perjanjian tersebut.
Untuk membuat suatu Perjanjian harus memperhatikan syaratnya (Dasar) yang diatur dalam Burgerlijk Wetboek (atau biasa disebut Kitab Undang-Undang Perdata) yaitu :
1.      Adanya Kesepakatan;
2.      Kecakapan dalam Bertindak;
3.      Suatu Hal Tertentu;
4.      Sebab yang Halal;
4 Syarat ini menurut saya sebaiknya dipenuhi, jika memang beritikad baik, kecuali tidak beritikad baik.
Perjanjian menurut saya sebaiknya tertulis dan dituliskan  dengan bahasa yang mudah dimengerti/tidak ambigu/tidak bias.
Seringkali saya mendengar kata atau kalimat yang dilontarkan oleh teman saya yang mengatakan “aduh repot sekali, kan saling percaya gak usah pakai perjanjianlah”, menurut saya tertulis tidak tertulis perbuatan hukum yang dilakukan oleh minimal subjek yang satu yang saling mengikatkan diri dengan minimal satu subjek hukum yang lain untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu dan mengatur mengenai hak dan kewajiban masing-masing pihak meskipun tidak tertulis tetaplah sebuah perjanjian, jadi bukan tidak pakai perjanjian, tapi tidak membuat perjanjian itu secara tertulis, hanya lisan saja antara para subjek hukum yang menjadi pihak dalam kesepakatan Perjanjian tersebut.